Komjen Pol Iriawan Jadi Pj Gubernur Jabar, Ini Kata Pakar HTN
JAKARTA, VOI – Pengangkatan Komjen Pol Mochamad Iriawan sebagai Pj gubernur Jabar menjadi polemik dan mulai bergulir wacana penggunaan hak angket di DPR. Ahli hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menilai mekanisme penetapan penjabat (pj) dalam pengisian pucuk pimpinan di satu daerah sudah diatur dalam UU Pilkada dan UU Pemda.
Semangat dua UU itu menginginkan seorang Pj diisi oleh pejabat yang memahami wilayah tempat dia mengisi pucuk pimpinan sementara. Menurut Oce, logika birokrasi mengatur posisi pucuk pimpinan secara kolektif. Posisi Pj ditempatkan demi memperlancar roda pemerintahan. Pasal 71 UU nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tegas mengatur larangan kepada seorang penjabat di momen pilkada.
Ayat 1 melarang penjabat membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon, ayat 2 mengatur larangan mengganti pejabat daerah dalam kurun enam bulan sebelum tanggal penetapan paslon hingga akhir masa jabatan.
Sementara ayat ketiga adalah larangan penyalahgunaan penggunaan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon. ”Dengan jabatan yang relatif singkat, harusnya Pj dipimpin oleh mereka yang memahami daerah mulai dari aspek regulasi dan teknis,” jelas akademisi asal Payakumbuh, Sumatera Barat itu, saat dihubungi Selasa (19/6).
Oce menilai, keputusan Mendagri untuk melantik M Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar menyalahi UU Pilkada maupun UU Pemda. Latar belakang Iriawan sebagai perwira polri memiliki garis birokrasi yang berbeda.
Selain itu, rujukan pada Permendagri nomor 1 tahun 2018 yang menjadi acuan Mendagri justru membuat norma baru, melangkahi dua aturan UU tersebut. ”Permendagri cukup mengatur hal-hal teknis administratif, karena siapa yang menjabat sudah ditentukan UU,” ujarnya mengingatkan.
Terkait munculnya pihak yang kontra terhadap keputusan Mendagri, Oce menilai ada dua cara untuk menguji atau membatalkan keputusan Mendagri. Pertama adalah mengajukan gugatan atas keputusan Mendagri ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Di sisi lain, bisa dilakukan uji materi terkait UU Kepolisian kepada Mahkamah Konstitusi terkait status Iriawan sebagai perwira Polri aktif. Selain itu, ke depan perlu evaluasi terkait posisi-posisi elit parpol dalam kementerian. ”Ke depan jabatan kementerian seperti Mendagri, Menkum HAM, Jaksa Agung atau bidang hukum lain seharusnya tidak diisi orang partai. Karena kalau menteri berpihak pada satu parpol, bisa berantakan netralitas birokrasi,” tandasnya. (*)
Comment (0)